Sabtu, 03 Desember 2011

KONSEP, PRINSIP DAN PROSEDUR PERANCANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL

KONSEP, PRINSIP DAN PROSEDUR PERANCANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL

Desain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam pengembangan dan perencanaan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Desain sistem instruksional meliputi untuk perencanaan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi instruksional.
Desain instruksional adalah suatu bentuk perencanaan pendidikan dalam ukuran mikro (kelas). Desain instruksional merupakan bagian yang esensial dalam proses belajar mengajar, bahkan lebih dipertegas lagi bahwa desain instruksional adalah jantung dari proses pembelajaran. Dasar pikiran dan alasan serta teknik yang digunakan dalam desain instruksional adalah menentukan bagaimana belajar dan apa yang dipelajari.
Desain instruksional merupakan sebuah upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan sistem instruksional. Pendekatan sistem dalam instruksional lebih produktif  untuk semua tujuan instruksional di mana setiap komponen bekerja dan berfungsi untuk mencapai tujuan instruksional. Komponen seperti instruktur, peserta didik, materi, kegiatan instruksional, sistem penyajian materi dan kinerja lingkungan belajar saling berinteraksi dan bekerjasama untuk mewujudkan hasil yang dikehendaki.
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara:

1. Dengan pendekatan secara empiris
Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) penga­jaran diulang.
Adapun pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemah­an diantaranya :
a.     Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran.
b.     Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki  berulang kau uji coba, dan ini berarti kurang efisien.

2. Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi­fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca­painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip­takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.
     
Model-model Pengembangan Sistem Instruksional
Ada beberapa model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Banathy, PPSI, model Kemp, model Briggs, model Gerlach & Ely, model IDI (Instruksional Development Institute), dan lain-lainnya.

1. Model Bela H. Banathy
Pengembangan Instruksional model Banathy ini dapat diinformasikan dalam enam langkah sebagai berikut:
Langkah pertama; merumuskan tujuan (Formulate objectives)
Langkah kedua; mengembangkan test (develop test)
Langkah ketiga; menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task)
Langkah keempat; mendesain struktur instruksional (design system)
Langah kelima; melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (Implement and test output)
Langkah keenam; mengadakan perbaikan (change to improve)

2. Model Pengembangan Sistem Instruksional (MPSI)
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya."
3. Model Briggs
Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistim dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional yang susunan anggotanya meliputi: dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional (Mudhoffir, 1986 : 34).
Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya, yang ketiganya merupakan tiang pancang desain instruksionalnya Briggs.

4. Model Kemp
Pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Kemp (1977) ini juga disebut sebagai Desain Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah:
a.     Penentuan tujuan instruksional umum (TIU); yaitu tujuan yang ditetapkana menurut masing-masing pokok bahasan.
b.     Menganalisis karakteristik siswa; dalam analisis ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan.
c.     Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK); yakni tujuan yang ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut.
d.    Menentukan materi pelajaran;yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.
e.     Mengadakan penjajakan awal (preassesment); langkah ini sama halnya dengan test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum.
f.      Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan; sebagai patokan untuk memilih strategi yang dimaksud, Kemp menentukan 4 kriteria;1) Efisiensi; 2) Keefektifan; 3) Ekonomis; 4) Kepraktisan. Dalam memilih strategi belajar-mengajar tersebut harus melalui analisis alternatif.
g.     Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan, meliputi: 1) Biaya; 2) Fasilitas; 3) Peralatan; 4) Waktu dan 5) Tenaga
h.     Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.

5. Model IDI
Model IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di Asia dan Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika. Sebagaimana halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya, model ini juga menggunakan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni;
a.    Tahap pembatasan (define)
Identifikasi masalah; dimulai dengan analisis kebutuhan atau yang disebut need assesment. Pada dasarnya need assisment ini berusaha menemukan suatu perbedaan (descrypancy) antara apa yang ada dan apa yang idealnya (yang diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.
b.    Tahap Pengembangan
Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak dicapai perlu diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam pengembangan instruksional, disamping itu TIK perlu karena;
1.    Membantu siswa dan guru untuk memahami secara jelas apa-apa yang diharapkan sebagai hasil kegiatan instruksional;
2.    TIK merupakan building blocks dari pengajaran yang diberikan
3.    TIK merupakan penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
2.    Tahap penilaian
Tes uji coba; setelah prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus diadakan uji-coba. Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program yang dikembangkan.
Analisis hasil; hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis terutama yang berkenaan dengan;
a.    Apakah tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak kesalahannya?
b.    Apakah metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan  tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?
c.    Apakah tidak ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?
d.   Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?

5. Model PPSI
PPSI merupakan singkatan dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem instruksional mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem dimana pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien (Harjanto, 2008 : 75).
Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok yaitu:
a.    Perumusan tujuan/kompetensi:
Merumuskan tujuan/kompetensi beserta indikator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4 kriteria sebagai berikut: 1) Menggunakan istilah yang operasional 2) Berbentuk hasil belajar 3) Berbentuk tingkah laku 4) Hanya satu jenis tingkah laku
b.    Pengembangan alat penilaian:
1)      Menentukan jenis tes/intrumen yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
2)      Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masing-masing tujuan
c. Kegiatan belajar:
1) Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
2) Menetapkan kegiatan pembelajaran yang akan ditempuh
d. Pengembangan program kegiatan:
1) Merumuskan materi pelajaran
2) Menetapkan model yang dipakai
3) Alat dan sumber yang dipakai
4) Menyusun jadwal
e. Pelaksanaan:
1) Mengadakan pretest     2) Menyampaikan materi pelajaran      3)Mengadakan posttest
4) Perbaikan
                Suatu kegiatan pembelajaran dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu hasil belajar berupa perubahan tingkah-laku peserta didik. Tanpa adanya tujuan pembelajaran yang jelas, pembelajaran akan menjadi tanpa arah dan menjadi tidak efektif.
            Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau hasil belajar menjadi sangat penting bagi guru. Dengan pemahaman ini guru akan dapat menentukan dengan lebih jelas dan tegas apakah tujuan pembelajaran tersebut lebih bersifat kognitif, dan mengacu kepada tingkat intelektual tertentu, atau lebih bersifat afektif atau psikomotor.
            Perumusan aspek-aspek kemampuan yang menggambarkan output peserta didik yang di hasilkan dari peserta didik yang dihasilkan dari proses pembelajaran dapat digolongkan kedalam tiga klasifikasi berdasarkan taksonomi bloom (Airasian, Peter et All, 2011). Bloom menamakan cara mengklasifikasi itu dengan ” The taxonomy of eduacation objectives“. Menurut bloom, tujuan pendidikan atau pembelajaran dapat diklasifikasikan kedalam tiga domain, yaitu :
Domain Kognitif             ; berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual  
                                          berfikir.
Domain Afektif              ; berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi emosional, 
                                          yaitu perasaan, sikao dan nilai.
Domain Psikomotor        ;berkenaan dengan suatu keterampilan-ketarampilan gerakan-gerakan fisik.
            Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
            Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara  lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.

            Dari berbagai penjelasan mengenai konsep, prinsip dan prosedur pembelajaran ternyata merupakan hal yang beraneka ragam didalam pembelajaran. Sehingga hal ini perlu dihubungkan dan dikaitkan agar bisa menjadi sebuah kesatuan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. Karena hal itulah yang menjadi cita-cita setiap pembelajaran agar lebih bermutu dibandingkan pembelajaran yang lalu.
REFERENSI:
http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/identifikasi-tujuan-pembelajaran http://www.ojimori.com/2011/05/30/klasifikasi-pembelajaran-menurut-taksonomi-bloom/ http://satriadholan.blogspot.com/2011/04/model-model-pengembangansistem.html\
http://hadzuka.blogspot.com/2010/11/model-pengembangan-instruksional.html http://www.google.co.id/search?q=pendekatan sistem dalam perancangan instruksional&ie=utf-
        8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla
http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/01/teori-prinsip-dan-konsep-pembelajaran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar